PENCEMARAN LIMBAH DI ALIRAN SUNGAI BRANTAS (BENDUNGAN SUTAMI)
Penelitian tim Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah di perairan Bendungan Sutami, setelah kematian massal ribuan ikan pada pertengahan April lalu, menemukan sejumlah fakta telah terjadi pencemaran serius.
Prigi Arisandi, direktur eksekutif lembaga pemerhati masalah lingkungan itu, kemarin menjelaskan kepada Tempo tentang sejumlah penyebab terjadinya pencemaran yang mengakibatkan kematian ribuan ekor ikan itu, di antaranya akumulasi limbah organik tinggi dari pembuangan limbah industri yang selama tiga tahun terakhir selalu melebihi baku mutu.
Penyebab lainnya, fluktuasi kandungan oksigen terlarut (KOT) yang ekstrem dan tidak ada mekanisme pengendalian pencemaran yang baik.
Penelitian investigatif dilakukan pada pekan pertama bulan ini di empat lokasi, yakni Dusun Kecopokan, Desa Senggreng, kawasan wisata Karang Kates, Desa Suko, dan di tempat pembuangan limbah pabrik kertas di hulu Bendungan Sengguruh.
Prigi mendesak pemerintah melakukan sejumlah langkah penanganan. Harus ada upaya paksa dari pemerintah untuk mengendalikan pencemaran air, yakni mengganjar denda uang paksa kepada pencemar dan menutup sementara industri yang berpotensi mencemari perairan Bendungan Sutami.
Dia juga meminta instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dioptimalkan. Industri yang belum memilikinya harus membuatnya. Selama proses pembangunan IPAL, industri harus berhenti beroperasi
Selain itu, perlu penetapan kelas atau peruntukan air, daya tampung beban pencemaran Sungai Brantas, Kali Metro, dan Kali Lesti, yang menjadi sumber air Bendungan Sutami. Perlu pula dilakukan penggelontoran substrat di dasar bendungan, serta SOP (standard operational procedure) penanganan ikan mati massal.
Upaya-upaya tersebut harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang, Pemerintah kota Malang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Perum Jasa Tirta I Malang agar tragedi ikan mati massal tidak terulang.
Mengutip pemantauan yang dilakukan Perum Jasa Tirta, kata Prigi, tingginya akumulasi limbah organik diakibatkan oleh limbah delapan industri di hulu Bendungan Sutami, yaitu empat industri tapioka, dua industri gula, dan dua industri kertas, juga peternakan babi.
Selain mengandung bahan organik yang sangat tinggi, limbah tapioka mengandung sianida. Empat industri lainnya memiliki karakter buangan limbah organik tinggi yang meningkatkan nilai biological oxygen demands (BOD) air bendungan.
Menurut Prigi, tingginya nilai BOD ini berpengaruh besar terhadap pengurangan KOT serta menyebabkan mengendapnya bahan pencemar di dasar bendungan dan terbentuknya kondisi anoksik di perairan sehingga tercipta kondisi yang sangat sesuai untuk pertumbuhan populasi bakteri. Pada umumnya ikan akan mati jika kandungan oksigen dalam air lebih rendah dari 1,5 miligram per liter (mg/L)
Berdasarkan data pemantauan Jasa Tirta, selama tiga tahun terakhir, limbah industri yang dibuang ke Sungai Brantas, Kali Metro, serta Kali Lesti selalu di atas standar baku mutu limbah cair yang diperbolehkan.
Telecenter Citra Kartini
DeveloperCras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.
1 komentar:
Usut samapi tuntas masalah tersebut...
biar warga sekitar tidak dirugikan...
Posting Komentar