Kesepakatan AURI dan Masyarakat Senggreng tentang tanah Mbaon

by Kamis, Juli 09, 2009 0 komentar
Sengketa tanah melibatkan rakyat dan tentara, biasanya berakhir pedih dengan tragedi kematian. Ingatan kita masih terbayang berondongan bedil para Marinir di Alas Tlogo, mayat pun bergelimpangan. Namun di lahan Baon Desa Senggreng Kecamatan Sumberpucung, TNI AU dengan warga malah bermitra sambil menunggu kejelasan status tanah. Seperti apa prosesnya?
Hamparan persawahan di ujung Desa Senggreng Kecamatan Sumberpucung, sangat menjanjikan. Selain mendapat pasokan irigasi yang super lancar, lahan yang biasa disebut ‘mBaon’ oleh warga Senggreng itu, berbatasan langsung dengan Bendungan Sutami. Amboi, sungguh subur nian lahan yang berstatus sengketa tersebut, pantas saja jika menjadi perebutan.
Lokasi lahan sengketa Baon, tidaklah terlalu sulit ditemukan, letaknya persis diseberang jalan menuju kampung Kecopokan. Dari Stasiun Sumberpucung, Senggreng tinggal beberapa kilometer ke arah selatan. Cukup bertanya lokasi Baon, seluruh warga desa secara sigap langsung menunjuk arah.
Memasuki areal lahan sengketa, terlebih dulu, melewati sebuah barak milik TNI AU Detasemen Senggreng, yang bisa diketahui dari plakat nama yang terpasang.
Barak itu kosong melompong, namun bukan berarti tak pernah berpenghuni sama sekali, melihat kondisi tanaman hias yang masih bagus terawat, pasti ada tentara yang selalu datang kesitu.
Di depan bangunan sederhana tersebut, ada tulisan AURI berukuran tak kurang dari 2 meter, terbuat dari tanaman teh-tehan yang dipotong sedemikian rupa. Sedangkan, halaman belakang barak tersebut, berupa lapangan rumput yang sepertinya dirancang sebagai Helipad militer.
Beberapa jengkal dari barak, tampak sebuah jalan makadam yang membelah lahan tebu. Menyusuri makadam, sekitar 200 meter maka hamparan Baon terbentang hingga ujung bukit Malang Selatan.
Baon sengketa yang luasnya sekitar 97,5 hektar tersebut, dibelah sebuah jalan selebar 3-4 meter dan dua saluran irigasi di kanan kirinya.
Sesuai hitungan gradual Panitia Kemitraan Tanah Baon, lahan sengketa mencapai 97,5 hektar. Namun dipotong jalan dan saluran irigasi, warga Senggreng mengolah sekitar 77,5 hektar
Sambil menunggu pemerintah daerah memproses status kepemilikan tanah, muncul gagasan kemitraan. Lahan tetap digarap masyarakat, sedangkan TNI AU mendapat bagi hasil yang sesuai. Pola itu memberikan 75 persen hasil olah tanah kepada TNI AU dan sisanya masuk Kas Desa.
Ada tiga golongan tanah, A,B dan C. Tanah A bisa diairi, tanah B tidak bisa dan tanah C keras. Warga berhak menyewa tanah per seperempat hektar, dengan harga Rp 250 ribu, Rp 200 ribu hingga Rp 150 ribu,
Pola kemitraan lahir berdasarkan musyawarah mufakat antara TNI AU dan masyarakat. Andaikata pendekatan serupa bisa dilakukan pada sengketa tanah lainnya. Pastilah, TNI senang dan wargapun tenang karena tak ada intimidasi

Telecenter Citra Kartini

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar: